Perkembangan Koperasi di Indonesia Pada Masa Orde Lama – Sekarang

12.09 silvi oktaviani 0 Comments

Bab I

PENDAHULUAN

Latar belakang

        Koperasi adalah organisai bisnis yang dimiliki dan diopersikan oleh orang – seseorang demi kepentingan bersama. koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsipgerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan (O’Sullivans, 2002:202).
         Sejarah kelahiaran koperasi di tanah air kita lebih unik karena koperasi lahir dan telah tumbuh secara alami di masa penjajahan.Menurut Drs.Muhammad Hatta (Bapak Koperasi Indonesia), kopersai merupakan lembaga ekonomi yang cocok diterapkan di Indonesia. Karena sifat masyarakatnya yang kekeluargaan, dan sifat inilah yang sesuai dengan azas koperasi saat ini. Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang diperkenalkan oleh R.Aria Wiriatmadja kepada masyarakat Indonesia.
      Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi. Akan tetapi, hal ini ditentang oleh pihak kolonial Belanda yang saat itu menguasai Indonesia.
     Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi).
       Dengan latar belakang seperti itu dapat di ketahui bahwa koperasi tidak berkembang dengan cepat dan mudah. Banyak sekali halangan yang mngakibatkan tidak berkembangnya koperasi pada masa sebelum kemerdekaan. Berkembang pesatnya koperasi pada saat ini membuat penulis tertarik akan perkembangan koperasi pada masa orde lama atau pada masa setelah kemerdekaan. Banyak hal yang berubah setelah penjajahan jepang terutama dalam bidang ekonomi yang telah berantakan akibat ulah jepang. Oleh karena itu dalam kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai Perkembangan dan petumbuhan koperasi di indonesia pada masa orde lama 1945 – 1965.

Rumusan masalah

1. Bagaimana awal berdirinya koperasi di Indonesia ?
2. Bagaimana pertumbunan dan perkembangan koperasi setelah kemerdekaan ?
3. Bagaimana perkembangan koperasi dalam sistem ekonomi terpimpin ?
Tujuan

Untuk mengetahui dan memahami perkembangan dan pertumbuhan koperasi di Indonesia pada masa orde lama.
Metode
Heuristik
Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data-data yang diperoleh dari sumber data sekunder. Untuk mendapat data sekunder penulis mendapatkan sumber sumber dari perpustakaan yang memuat keterangan mengenai sejarah koperasi pada masa orde lama.
Kritik
Setlah tahap heuristik atau pengumpulan sumber, langkah selanjutnya adalah penyaringan secara kritis yaitu, dengan apa yang disebut sebagai kritik sumber. Tujuan dari kritik sumber ini adalah kebenaran. Tahap kritik yang dilakukan disini juga termasuk untuk mengecek keabsahan data atau dengan kata lain pada tahap ini telah dimulai untuk menganalisis data. misalnya dengan membandingkan sumber sekunder yang ada.
Interprestasi
Sesudah menyelesaikan langkah pertama dan kedua yaitu heuristic dan kritik sumber maka tahap berikutnya adalah penafsiran atau interprestasi. Dalam penulisan paper ini peniulis melakukan pengecekan data dari sumber sumber yang didapatkan dan dirangkai agar mempunyai bentuk dan struktur logis dengan melakukan interprestasi.
Historiografi
Ketikan sejarawan memasuki tahap penulisan maka ia mengarah seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan catatan tetapi yang terutama penggunaan pikiran pikiran kritis dan analisis karena pada akhirnya ia harus menghasilkan suatu penulis utuh dan inilah yang disebut historiografi.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal berdirinya koperasi di Indonesia
    Seperti yang telah di uraikan sedikit di atas dapat diketahui bahwa koperasi telah di kenalkan oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, jawa tengah pada tahun 1896. Pada awalnya R. Aria Wiriatmadja memdirikan sebuah bank yang diperuntukan untuk para pegawai negeri. Ia terdorong untuk membantu para pegawai negeri yang terjerat hutang oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Bentuk bank yang di buka ini sama seperti Koperasi kredit model yang ada di jerman. Benih semangta berkoperasi yang telah disebar oleh patih purwokerto mendapatkan tempat, tumbuh subur di dalam jiwa tolong-menolong dan kemelaratan orang indonesia, yang terjajah serta disirami oleh pikiran-pikiran pembebasan (Abdulah, 2006:166) Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. Sejarah kelahiaran koperasi di tanah air kita lebih unik karena koperasi lahir dan telah tumbuh secara alami di masa penjajahan (Haryoso, 2006:117).
   De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah(Djazh, 1980:16).

Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik,  khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu(Djazh, 1980:27).

     Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging. Peraturan tersebut tidak ada bedanya dengan Undang Undang Koperasi negeri Belanda. jadi pada tahun 1895 badan hukum koperasi baru dikenal di Indonesia. pada tahun 1920, diadakan Cooperative Commissie yang diketuai oleh DR. JH. Boeke sebagai Adviseur voor Volks-credietwezen. Komisi ini diberitugas untuk menyelidiki apakah koperasi bermanfaat di indonesia. hasilnya diserahkan kepada Pemerintah pada bulan Semptember 1921 dengan kesimpulan bahwa koperasi dibutuhkan untuk memperbaiki perekonomian rakyat (Satio, 2001:11).
     Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan lingkungan strategis, maka pada tahun 1927 dikeluarkanlah Regeling Inlandschhe Cooperatieve (sebuah peraturan tentang koperasi yang khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda dibawah pimpinan hatta (1926-1930) telah merumuskanlima prinsip ekonomi, yang salah satu di antaranya, “ Memajukan koperasi pertanian dan bank-bank rakyat (Sulaeman, 2010:220). Perkembangan ini terus berlanjut ketika para penggagas gerakan kebangsaan mengembangkan organisasi-rganisasi koperasi sejak tahun 1933. Pada penghujung tahun 1930-an pemerintah kolonial juga mendirikan koperasi-koperasi untuk mendorong perkembangannya.
     Mengantisipasi perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan perundangan tentang perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi No. 43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan No. 91, Tahun 1927, yang mengatur Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan Bumiputra. Pada tahun 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi No. 21, Tahun 1933. Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada tataran kehidupan berkoperasi.
     Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Belanda mengeluarkan UU No.91/1927 yang isinya lebih ringan dari UU No.431. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.Sehingga koperasi kembali menjamur hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip dengan UU No.431 sehingga mematikan lagi koperasi Indonesia.
        Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai (Djazh, 1980:26). Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang istilah koperasi lebih dikenal menjadi istilah “Kumiai”. Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran “Kumiai” (koperasi). Akan tetapi Kumiai (koperasi) dijadikan alat kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan kepentingannya, yaitu untuk memenangkan perang Asia Timur Raya melawan Sekutu. Sehingga koperasi saat itu hanya sebagai alat untuk mengumpulkan material dan persiapan perang. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya. Pada masa pendudukan jepang dari tahun 1942-1945 akhirnya menghabiskan riwayat perkembangan gerakan koperasi (Soesastro dkk, 2005:86).

B. Pertumbuhan koperasi setelah kemerdekaan

   Dalam suasana perang untuk mempertahankan kemerdekaan Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah indonesia juga membenahi diri sehingga seluruh tugas-tugas pemerintah dapat berjalan sebagaimana mestinya, termasuk juga tugas-tugas yang diemban jawatan koperasi. tentang Koperasi telah dengan jelas dicantumkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang mulai berlaku secara resmi sejak tanggal 18 Agustus 1945, terutama ayat 1 yang menjamin berlangsungnya perkoperasian di negara kita dengan memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan perekonomian masyarakat Indonesia.
   Semangat berkoperasi yang sesungguhnya telah luntur pada masa ini karena tugas-tugas pelaksanaan “kumiai” (koperasi yang didirikan oleh pemerintah jepang). Kemudian mulai timbul kembali pada saat bergeloranya ”Semangat Nilai-nilai Perjuangan ‘45”, dimana rakyat bahu-membahu bersama pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi.Pengembangan koperasi dapat berjalan dengan lancar maka pada bulan desember 1946 oleh pemerintah RI telah diadakan reorganisasi koperasi dan Perdagangan dalam negeri menjadi dua instasi yang terpisah dan berdiri sendiri. Koperasi dangan tugas tugas mengurus dan menangani pembinaan gerakan koperasi, sedangkan perdagangan dengan tugas-tugas mengurus perdagangan.
     Ketahanan rakyat indonesia dalam menghadapi berbagai masalah yang dihadapi dengan semangat kekeluargaan, kegotong royongan untuk mencapai masyarakat yang dapat menignkatkan taraf hidupnya telah mendorong lahirnya berbagai bebagai jenis koperasi dengan pesat, koperasi pada kurun waktu ini merupakan alat perjuangan dibidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 1947 tercatat kurang lebih 2500 koperasi yang diawasi oleh pemerintah RI namun pengawsannya kurang seksama sehingga ada yang mengatakan koperasi-koperasi yang ada lebih banyak bersifat kuantitas daripada kualitas. Pergerakan koperasi di RI telah berhasil mewujudkan tiga kegiatannya yang akan selalu tercatat dalam sejarah perkoperasian Indonesia yaitu :

1.Koperasi Desa
 Gagasan tentang perlu dibentuknya koperasi di desa–desa adalah gagasan dari Sir Horace Plunkett yang berkebangsaan Inggris sebelumnya beliau mengembangkannya di India yang terkenal dengan “Multy Purposes Cooperative” dan beliau berpendapat bahwa “ Dengan Koperasi Desa akan tercapai pertanian yang lebih baik, usaha perdagangan yang lebih baik dan kehidupan yang lebih baik” (Better Farming, Better Business, and Better Living) yang merupakan cikal-bakal terbentuknya KUD (Koperasi Unit Desa) dimana dalam bentuk koperasi ini petani diharapkan hendaknya bergabung agar dapat tercapainya peningkatan pendapatan untuk memenuhi segala kebutuhan mereka baik untuk memproduksi atau keperluan hidup agar tercapai kesejahteraan hidupnya. Tugas dari Koperasi desa meliputi meningkatkan produksi, pemasaran hasil produksi secara terpadu, dan mengusahakan kredit untuk memperlancar usaha tani. Kalau kita hubungkan dengan peranan KUD pada waktu sekarang pada umumnya petani yang bergabung dalam KUD tingkat kesejahteraan hidupnya adalah lebih baik karena KUD telah dapat menimbulkan kegairahan kerja untuk meningkatkan produksi dan para petani dibimbing untuk mengolah lebih lanjut hasil dari pertanian itu untuk menjadi komoditi perdagangan yang harganya lebih tinggi.

2. Koperasi Batik
Sekitar tahun 1800, warga Tionghoa menanam sejenis kapas (ciam). Dari serat tanaman jong dan ciam masyarakat Pekajangan berusaha membuat kain dengan alat tenun sederhana. Jiwa dagang warga daerah ini mendorong perajin dan pedagang bepergian ke daerah lain, termasuk ke Yogyakarta dan Surakarta yang interaksinya semakin kental dari tahun ke tahun. Situasi pertekstilan semakin maju tahun 1920 sehingga timbul pengaturan izin lisensi untuk pengusaha tekstil harus diurus di Batavia (Jakarta) ke Gubernur Jenderal Belanda.
Kemajuan pesat pertekstilan di Pekajangan ditandai munculnya Batik Trading Compani tahun 1950. Pada tahun 1937, perajin mendirikan Koperasi Batik Pekajangan yang memberi sumber inspirasi munculnya koperasi batik di Setono, Tirto, dan lainnya. Kemunculan koperasi batik akhirnya disatukan dalam Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) pada tahun 1948”.

3. Koperasi adalah alat pembangunan Ekonomi
Tanggal 11 Juli sampai dengan 14 Juli 1947 gerakan koperasi Indonesia menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Tasikmalaya. Pelaksanaan kongres dan keputusan–keputusan yang dihasilkannya telah memberi warna, bahwa gerakan koperasi Indonesia merupakan alat perjuangan dibidang ekonomi dan pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan, keputusannya–keputusan lainnya adalah:
1. Terwujudnya Kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (sentral Organisasi Koperasi Rakyat indonesia)
2. Ditetapkannya azas Koperasi Indonesia “Berdasar atas azas kekeluargaan dan gotong royong).
3. Ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai “Hari koperasi Indonesia”
4. Diperluasnya pengertian dan Pendidikan tentang  perkoperasian, agar para anggotanya dapat lebih loyal terhadap
koperasinya.
5. Pembentukan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya (Bandung sebagai ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara Belanda).

Baru pada tahun 1948 rakyat mencoba lagi menghidupkan kembali gerakan koperasi dalam batas batas kemungkinan yang diberikan oleh revolusi. Akan tetapi baru sesudah penyerahan kedaulatan pada permulaan tahun 1950 dapat dikatan dengan sungguh sungguh tentang adanya perkembangan bebas dari pada gerakan koperasi (Soesastro dkk, 2005:86 ). Pada tanggal 12 Juli 1953, mengadakan kembali Kongres Koperasi yang ke-2 di Bandung. Kongres koperasi ke -2 mengambil putusan :

1. Membentuk Dewan Koperasi Indonesia [ Dekopin ]sebagai pengganti SOKRI
2. Menetapkan pendidikan koperasi sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah
3. Mengangkat Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
4. Segera akan dibuat undang-undang koperasi yang baru Pelaksanaan program perkoperasian   pemerintah mengadakan \ kebijakan :
1. menggiatkan pembangunan organisasi perekonomian rakyat terutama koperasi
2. memperluas pendidikan dan penerangan koperasi
3. memberikan kredit kepada kaum produsen, baik di lapangan industri maupun. pertanian yang bermodal kecil

C. Perkembangan koperasi dalam sistem ekonomi terpimpin
   
   Dampak Dekrit Presiden dan Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi adalah undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar dan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol. Karenanya untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi.
Khusus bagi Koperasi hal ini berarti pennyelewengan yang jauh dari jiwa koperasi, urusan intern perkumpulan koperasi semakin banyak dicampuri oleh pemerintah, kebebasan koperasi untuk mengambil keputusan menjadi sangat terbatas dan hal ini terasa sekali mematikan ini siatif gerakan koperasi.

1. Peraturan Pemerintah (PP) no.60 Tahun 1959
Merupakan peralihan sebelum dicabutnya UU koperasi tahun 1985 no.79 dan agar gerakan koperasi dapat disesuaikan dengan irama revolusi pada saat itu. Untuk merumuskan pola perkoperasian sehubungan dengan PP no.60 tahun 1959 pada tanggal 25–28 Mei 1960 di Jakarta dilangsungkan Musywarah Kerja Koperasi dan diputuskan beberapa diktum yang berciri pada pola pemikiran Bung karno:
1. Menjadikan Manipol USDEK sebagai landasan Idiil koperasi denga demikian koperasi harus mengikuti garis-garis
yang dikehendaki oleh beliau yang condong kepada koperasi di negara-negara Komunis.
2. Pelaksanaan ekonomi terpimpin merupakan fungsi koperasi yang berarti dikuasainya secara ketat perkooperasian oleh pemerintah.
    Dalam tahun 1960 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140 tentang penyaluran bahan pokok dan penugasan Koperasi untuk melaksanakannya. Dengan peraturan ini maka mulai ditumbuhkan koperasikoperasi konsumsi. Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 menetapkan bahwa sektor perekonomian akan diatur dengan dua sektor yakni sektor Negara dan sektor koperasi, dimana sector swasta hanya ditugaskan untuk membantu. Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin.

Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan ini membawa konsep pengembangan koperasi secara massal dan seragam.

Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1960, Untuk mempercepat perkembangan koperasi telah dibentuk BAPENGKOP (Badan Penggerak Koperasi). Yang beranggotakan para petugas pemerintah untuk mengadakan pertimbangan dengan kecepatan laju perkoperasian tersebut pemerintah menjadikannya sebagai penyalur bahan-bahan pokok dengan harga jauh lebih rendah daripada harga di pasaran. Semua yang dilakukan oleh pemerintah ini bermaksud baik tapi dari segi kemampuan usaha merupakan suatu perjuangan maka perlakuan pemerintah akan mematikan inisiatif koperasi dan tidak membawa perbaikan terhadap mentalitas berkoperasi.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1960. Dengan Instruksi ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Pendidikan koperasi untuk kader-kader masyarakat.
b. Pemasukkan Mata Pelajaran Koperasi ke sekolah-sekolah.

Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Sebagai puncak pengukuhan hukum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.

Bersamaan dengan disyahkannya UU No. 14 tahuhn 1965 dilangsungkan Musyawarah Nasional Koperasi (Munaskop) II di Jakarta yang merupakan legitiminasi terhadap masuknya kekuatan-kekuatan politik di dalam koperasi. Hal ini berakibat banyaknya pengurus koperasi yang tidak sehat dan ingkar terhadap hakikinya.

Pada bulan September 1965 terjadi pemberontakan Gerakan 30 September yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terpengaruh besar terhadap pengembangan koperasi. Mengingat dalam UU no. 14 tahun 1965 secara tegas memasukan warna politik di dalam kehidupan perkoperasian, maka akibat pemberontakan G30S/PKI pelaksanaanya perlu di pertimbangkan kembali. Koperasi-koperasi menyelenggarakan rapat anggota untuk memperbaharui kepengurusan dan Badan Pemeriksaannya. Reorganisasi dilaksanakan secara menyeluruh untuk memurnikan koperasi di atas azas-azas koperasi yang sebenarnya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

     Munculnya koperasi tetap tidak lepas dari campur tangan pemerintah Hindia Belanda. dengan semangat yang di lakukan oleh R. Aria Wiriatmadja koperasi menjadi penolong untuk penduduk indonesia pada masa itu yang terpuruk karena terbelit hutang. Sejak saat itu koperasi menjadi terus berkembang di indonesia.
Setelah kemerdekaan koperasi semakin di perhatikan oleh pemerintah. Pemerintah indonesia membenahi diri sehingga seluruh tugas-tugas pemerintah dapat berjalan sebagaimana mestinya, termasuk juga tugas-tugas yang diemban jawatan koperasi. Kepedulian pemerintah akan koperasi membuat koperasi pada awal kemerdekaan dapat berkembang dengan baik walaupun terjadi banyak hambatan di dalamnya.
      Walaupun perekonomian Indonesia hancur, kederadaan koperasi tidaklah ikut terpuruk. Koperasi koperasi tetap mampu menunjukan eksistensinya dengan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup signifikan. Dengan munculnya dekrit presiden badan pengurus koperasi tidak lagi bersih seerti dahulu. Namun pada akhirnya dengan adanya peristwa G30S/PKI yang mengakibatkan masuknya kekuatan politik dalam tubuh koperasi mengakibatkan koperasi memiliki pengurus-pengurus koperasi yang tidak sehat.

Saran

     Saran di harapkan oleh penulis untuk menyempurnakan makalah ini. Saran dan kritik yang membangung, yang diberikan pembaca kepada penulis akan dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah lainnya agar lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Burhanudin. 2006, Menanti Kemakmuran Negeri, Kumpulan Esai Tentang Pembangunan Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Djazh, Dahlan. 1977. Pengtahuan Perkoprasian. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Haryoso, Y.,dkk. 2006. Ideologi Koperasi Menatap Masa Depan. Yogyakarta : Pustaka Widyatama
Satio, Arifi dan Halomoan, Tamba. 2001. Koperasi: Teori dan Praktik. Jakarta: Airlangga
Soesastro, Hadi, dkk. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesai dalam Setengah Abad Terakhir: (1997-2005) Krisis dan pemulihan Ekonomi. Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS.
Sulaeman, Zulfikri. 2010. Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
O’Sullivan, Arthur and Steven M. Sheffrin. 2003. Economics: Principles in action. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

0 komentar:

Follow Us