Tugas softskill 10 : Artikel Etika Profesi Akuntansi

13.47 silvi oktaviani 0 Comments

nama : silvia oktaviani
NPM : 2A213215
Kelas : 4EB19
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi 


Enam Modus Korupsi Penyusunan APBN Versi KPK

Harian : Koran Tempo, Rabu 03 Desember 2014 | 05:06 WIB
Tema   : Korupsi
judul artikel : Enam Modus Korupsi Penyusunan APBN Versi KPK


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan enam celah korupsi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya dana alokasi. Temuan itu berdasarkan kajian KPK terhadap regulasi dan pelaksanaan penganggaran nasional dari sisi eksekutif.

"Celah korupsi pertama, pengalokasian dana optimalisasi tak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. 15 kementerian/lembaga yang menerima tambahan belanja tak mengalokasikan dananya pada kegiatan yang sebelumnya ditetapkan," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Senin, 1 Desember 2014.

Celah kedua, regulasi yang mengontrol defisit tidak digubris. Pada APBN 2014, terjadi peningkatan defisit sebanyak Rp 21,15 triliun. Pada RAPBN 2014 jumlahnya masih Rp 154,2 triliun, tapi ketika disahkan menjadi Rp 175,35 triliun. Padahal perubahan RUU APBN dapat diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit.

Celah korupsi ketiga ada pada rencana kerja pemerintah yang terus berubah dan tak terevaluasi dengan benar. "Rencana kerja yang sudah dibahas dengan DPR tidak ditetapkan kembali," ujar Busyro. "Ini memberikan hasil yang bias untuk perencanaan tahun-tahun berikutnya."

Menurut Busyro, proses penelahaan dana optimalisasi belum maksimal dalam menyaring program yang tak sesuai dengan rencana kerja kementerian. Akibatnya, banyak program ditetapkan padahal tak sesuai.

Celah korupsi kelima adalah mekanisme dan kriteria pembagian alokasi besaran dana optimalisasi pada masing-masing kementerian/lembaga yang tidak transparan. Pembagian alokasi tersebut diserahkan ke Badan Anggaran dan Komisi di DPR yang ditetapkan dalam rapat internal dan tidak melibatkan pemerintah. "Dampaknya, kementerian/lembaga tidak mengetahui alasan mendapatkan besaran tertentu dalam alokasi tambahan belanja dan tidak siap dalam menjalankan program atau kegiatan," ujar Busyro.

Celah korupsi keenam, tak ada peraturan tentang kriteria pemanfaatan dana optimalisasi. Ini dapat membuka peluang bagi oknum untuk menambah, mengubah, sekaligus menghilangkan poin-poin kriteria agar mengakomodasi kepentingan pihak tertentu serta membuat kementerian/lembaga dan komisi-komisi tidak mematuhi kriteria yang telah disepakati. "Kami menyarankan mekanisme pembahasan anggaran kementerian/lembaga dengan DPR disempurnakan," kata Busyro.

KPK juga menyarankan penguatan regulasi terkait kriteria pengalokasian dan penggunaan dana optimalisasi dan memformalkan perubahan rencana kerja pemerintah agar tidak berubah-ubah. Kemudian, besaran defisit atas usulan perubahan APBN oleh DPR harus sudah dikontrol ketika masih proses pembahasan.

MUHAMAD RIZKI



Pembahasan: 

Artikel diatas menunjukan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan enam celah korupsi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya dana alokasi. Temuan itu berdasarkan kajian KPK terhadap regulasi dan pelaksanaan penganggaran nasional dari sisi eksekutif. pengalokasian dana optimalisasi tak sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. 15 kementerian/lembaga yang menerima tambahan belanja tak mengalokasikan dananya pada kegiatan yang sebelumnya ditetapkan, Senin, 1 Desember 2014.

Kasus diatas merupakan suatu pelanggaran dalam prinsip etika profesi akuntansi. Berikut adalah pelanggaran menurut prinsip etika profesi akuntansi:

1. Prinsip Tanggung Jawab Profesi.
 
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, masing – masing anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukan. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Anggota harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi.


2. Prinsip Kepentingan Publik.

Masing – masing anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.

3. Prinsip Integritas.

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Sudah terlihat jelas dengan terjadinya korupsi yang dilakukan diatas bahwa tidak memenuhi tanggungjawabnya dan tidak memiliki integritas yang tinggi.

4. Prinsip Objektivitas.
Prinsip objektivitas adalah setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Dalam hal ini KPK harus tegas untuk kasus ini, jangan memikirkan kepentingannya sendiri seakan lupa dengan kewajibannya yang harus bertanggungjawab dan profesional dalam pekerjaannya.

5. Prinsip Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional.
Kompetensi melalui pengalaman dan pendidikan, oleh karna itu setiap anggota harus melaksanakan tugas kehati - hatian profesionalnya pada setiap masing – masing anggota yang ada di dalam suatu organisasi, agar tidak terjadinya kemungkinan korupsi atau pelanggaran etika profesi yang lainnya seperti contoh kasus pada artikel diatas.

6. Prinsip Kerahasian.
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan. Dalam hal kerahasiaan, lembaga tersebut melakukan kerahasiaan yang melanggar kode etik.

7. Perilaku Profesional.
Setiap anggota harus berperilaku konsisten dalam melaksanakan tugasnya dan mengurangi tingkat profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa profesional, pihak ketiga, anggota yang lain, staff, pemberi kerja dan masyarakat umum. Dalam prinsip perilaku profesional, lembaga tersebut tidak berperilaku konsisten.

8. Standar Teknik.


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut.

sumber :

0 komentar:

Follow Us