Tugas Softskill 3 Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Hukum
Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata Indonesia
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan asas konkordansi.
Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di
Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu
:
Buku I
tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
Buku II
tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara
lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan
kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak;
dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk
bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula
bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku III
tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari
perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul
dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV
tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Sejarah Hukum Perdata
Asal
mula hukum perdata.Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum
dikodifikasikan pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis,
sebelum di akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya,
sehingga terbagi atas 2 bagian walayah
hukum Prancis, yaitu :
Wilayah
Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal yang berlaku hukum
kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.
Wilayah
selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan hukum yang diakui
disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara sistematis dalam suatu kitab
Undang-Undang Thn 1800 yang disebut carpus juris civiles oleh kaisar
Justinianus pada tanggal 12 –8-1800 dan oleh pemerintah Napoleon dibentuklah
panitia pengkodifikasian Undang-Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah
diundang-undangkan dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan
kodifikasi Hukum Dagang dan Hukum Perdata. Pada tahun 1813 pendudukan Perancis
di Belanda berakhir dan belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan
kodifikasi yang diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon
dan hukum Belanda kuno. Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama:
BW= Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang). Pada awal kemerdekaan negeri Belanda
1814 Sistem Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas
Propinsi – propinsi yang berdaulat dan mempunyai peraturan sendiri , sehingga belum ada
peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum tidak terpenuhi.
Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM Kempur (Guru
Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat Hukuman Belanda Kuno, meliputi:
Hukam Romawi, Hukam German, Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang
dikenal dengan Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang
Wetboek dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838. Pada tahun 1838
kodifikasi ini disahkan oleh Raja dengan nama BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK =
Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang
–Undang Hukum Dagang).
Kodifikasi
Hukum Perdata di Indonesia. Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan
Hindai Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri Belanda
yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (KUHD).Kitab
Undang– Undang Hukum Perdata Sipil disingkat KUH.PERDATA/KUHS. KUHPerdata /KUHS
BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848 sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku
menurut Pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan
yang ada masih berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak
berlaku penuh sesuai dengan bab-bab dan pasal-pasal pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah
banyak bab–bab dan pasal dan bidang-
bidang hukum tertentu tidak berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang
– Undangan RI. Hal ini terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat
ini tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat. Berdasarkan surat edaran
Mahkama Agung RI edaran /sema no.3 tahun 1963 terperinci menyatakan tidak
berlaku pasal –pasal tertentu dari KUHPerdata. Berlakunya KUHPerdata di
Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas keselarasan, yakni azas persamaan berlakunya hukum yang dasar
hukumnya diatur dalam pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi ,
“Untuk golongan bangsa Belanda itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di
negeri Belanda
Pengertian Dan Keadaan Hukum
Perdata di Indonesia
Yang
dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan didalam masyarakat. Perkataan hokum perdata dalam artian yang luas
meliputi semua hokum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan
dari hukum pidana.
Untuk
hokum privat meteriil ini ada juga yang menggunakan dengan perkatan hokum
sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari
militer, maka yang lebih umum lagi digunakan nama hokum perdata saja, untuk
segenap peraturan hokum privat materiil (hokum perdata materiil)
Dan
pengertian dari kumum privat (hokum perdata materiil) ialah hokum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseoranan didalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa
didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara
timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Disamping
hokum privat materiil, juga dikenal hokum perata formil yang lebih dikenal
sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang
artinya hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caanya
melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan predata. Didalam pengertian sempit
kadang-kadang hokum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini
di Indonesia
Mengenai
keadaan hokum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk,
yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1) Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum
adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai
suku bangsa.
2) Faktor hostia yuridis yang dapat kita
lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan,
yaitu:
Golongan
eropa dan yang dipersamakan.
Golongan
bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
Golongan
timur asing (bangsa cina, india, arab)
Pedoman
politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis
dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131
(I.S.) yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai
berikut:
Hokum
perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di
Kodifikasi).
Untuk
golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai azas Konkordansi).
Untuk
golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah
peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
Orang
IndonesiaAsli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
Sebelumnya
hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu
akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan
pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa
peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli,
seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
Perjanjian
kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
Dan
beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat
1933 no 49).
Disamping
itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti:
Ordonasi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
Dan ada
pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
UU Hak
Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
Peraturan
Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
Ordonansi
Woeker (staatsblad 1938 no 523)
Ordonansi
tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
Buku I,
tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum
keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian
dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II,
tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud
dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak,
yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku
III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan
(atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai
makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan
(yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD
berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV,
tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan
kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan
hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan di bagi menjadi 4 bagian:
Hukum
Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai
pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.
Hukum
Keluarga (familierecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena
hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang
tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
Hukum
Harta Kekayaan (vermogenrecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan
harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
Hukum
Waris(erfrecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan
seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur
peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup
Sumber :
0 komentar: