Calon Bridezilla
11.54 silvi oktaviani 0 Comments
karena si mamah aku yang sibuk secara dia lagi lanjutin kuliahnya,yang setiap weekend pasti gak dirumah .
# emang jarang di rumah emak gue. anak gaul kelayapan mulu kerjaannya
# emang jarang di rumah emak gue. anak gaul kelayapan mulu kerjaannya
sedangkan si calon papa mertua udah ngebet banget kayanya nyuruh cepet cepet.
dimana mana kan yah si anak yang ngebet minta di kawinin ini malah orang tuanya yang nyuruh nyuruh kawin.
# hahahahahahaha.....
nah ini penampakan lamarannya
waktu dia masang cincin di depan orang orang.
# upss ... malu sih di tontonin gitu.
nah cerita si cincin ini juga lucu loh.
belinya tepat sehari sebelum lamaran......
SEHARI SEBELUM LAMARAN
mamanya si ayang tlpn ngajakin beli cincin.
kita ketemuan di toko cincin langganan si mamahnya di mall pondok gede.
mall anak bekasi pinggiran kaya gue ini.#uppssss.
walaupun pinggiran isinya lengkap boooo .
dari sekian banyak cincin ada yang modelnya bagus tapi gak ada yang pas di jari,ada yang pas di jari tapi model gasuka. *huft *KZL
dan udah lama milih milih si mamah mertua aku ini *eh calon mamah mertua
dia nunjuk salah satu cincin .pas di coba coba ternyata cocok,modelnya suka dan pas di jari ku. #heheeheheh
NAHHHH.....
ini cincin nya.
#eaaaa
HUKUM PERJANJIAN
21.38 silvi oktaviani 0 Comments
HUKUM PERJANJIAN
A. Standar Kontrak Hukum Perjanjian
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk
Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang meAnurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunyaperjanjian baku di dunia bisnis pada saat ini.Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
B. Macam-macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
- Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
- Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
- Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
- Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
- Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
- Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
- Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
- Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
C. Syarat Syahnya Perjanjian
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
- Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan. - Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian tertentu. - Ada suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat dilaksanakan oleh para pihak. - Adanya suatu sebab yang halal
Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :- tidak bertentangan dengan ketertiban umum
- tidak bertentangan dengan kesusilaan
- tidak bertentangan dengan undang-undang
D. Asas-asas Dalam Hukum Perikatan
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
- Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
- Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
E. Hapusnya Perikatan
Ada beberapa cara hapusnya perjanjian :
Ada beberapa cara hapusnya perjanjian :
- Ditentukan dalam perjanjian oelh kedua belah pihak. Misalnya : penyewa dan yang menyewakan bersepakat untuk mengadakan perjanjian sewa menyewa yang akan berakhir setelah 3 tahun.
- Ditentukan oleh Undang-Undang. Misalnya : perjanian untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan ditentunkan paling lama 5 tahun.
- Ditentukan oleh para pihak dan Undang-undang. Misalnya : dalam perjanjian kerja ditentukan bahwa jika buruh meninggal dunia perjanjian menjadi hapus.
- Pernyataan menghentikan perjanjian. Hal ini dapat dilakukan baik oleh salah satu atau dua belh pihak. Misalnya : baik penyewa maupun yang menyewakan dalam sewa menyewa orang menyatakan untuk mengakhiri perjanjian sewanya.
- Ditentukan oleh Putusan Hakim. Dalam hal ini hakimlah yang menentukan barakhirnya perjanjian antara para pihak.
- Tujuan Perjanjian telah tercapai. Misalnya : dalam perjanjian jual beli bila salah satu pihak telah mendapat uang dan pihak lain telah mendapat barang maka perjanjian akan berakhir.
- Dengan Persetujuan Para Pihak. Dalam hal ini para pihak masing-masing setuju untuk saling menhentikan perjanjiannya. Misalnya : perjanjian pinjaman pakai berakhir karena pihak yang meminjam telah mengembalikan barangnya.
HUKUM PERIKATAN
13.53 silvi oktaviani 0 Comments
HUKUM PERIKATAN
Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana
pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat
hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan
perikatan.
Di dalam hukum perikatan setiap
orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian
apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau
tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan
berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur
dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan
untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan
untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yangsifatnya positif, halal,
tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan
untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang
telahdisepakati dalam perjanjian.
Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan
yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari
undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang
dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi
menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
- · Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
- · Perikatan yang timbul dari undang-undang
- · Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan berdasarkan
undang-undang :
- · Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
- · Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
- · Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
1.
Asas
kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung pengertian
bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah
diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat
Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat
dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah
tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas
kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional
lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang
pesat dalam zaman renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht,
Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme,
setiap orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini
diwujudkan dalam “kebebasan berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa
the invisible hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena
pemerintah sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan
sosial ekonomi masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas
kepada golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang
kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam
cengkeraman pihak yang kuat seperti yang diungkap dalam exploitation de homme
par l’homme.
2.
Asas
Konsesualisme
Asas konsensualisme dapat
disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan
bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara
kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan
kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul
diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal
istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian
riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat
dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan).
Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan
bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal
istilah contractus verbis literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa
terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang telah ditetapkan. Asas
konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan dengan bentuk
perjanjian.
3.
Asas
Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut
juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan
akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau
pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal
dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu
perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan
dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan
oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur
keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda
diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan
dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum
sudah cukup dengan kata sepakat saja.
4.
Asas
Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan
itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur
dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik
terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi (relative) dan itikad baik
mutlak.
Pada itikad yang pertama,
seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad
yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran
yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut
norma-norma yang objektif.
5.
Asas
Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas
yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak
hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan:
“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain
untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan
suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi
atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian
yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari
wanprestasi, yaitu :
- · Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
- · Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
- · Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
- · Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1
Membayar
kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni :
- Biaya adalah segala pengeluaran atau pengongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak
- Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor
- Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor
Pembatalan
perjanjian atau pemecahan perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan
ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata.
3. Peralihan
resiko
Adalah kewajiban untuk memikul
kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang
menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH
Perdata.
Hapusnya Hukum Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan
sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
- Pembayaran.
- Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
- Pembaharuan utang (novasi).
- Perjumpaan utang atau kompensasi.
- Percampuran utang (konfusio).
- Pembebasan utang.
- Musnahnya barang terutang.
- Batal/ pembatalan.
- Berlakunya suatu syarat batal.
- Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Pembayaran
Pembayaran dalam arti sempit
adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini
dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam
arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa
seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila
seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat
melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih
menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
Novasi
Novasi adalah sebuah persetujuan,
dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain
harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan
untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
1. Apabila
seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang
mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya.
Novasi ini disebut novasi objektif.
2. Apabila
seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang
oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif
pasif).
3. Apabila
sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan
kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi
subjektif aktif).
Kompensasi
Yang dimaksud dengan kompensasi
adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan
utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
Konfusio
Konfusio adalah percampuran
kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi
satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal
oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan
harta kawin.
Sumber :
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan
http://yosepaliyinsh.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html
http://rohmadijawi.wordpress.com
http://www.negarahukum.com/hukum/hapusnya-perikatan.html
Tugas Softskill 3 Aspek Hukum Dalam Ekonomi
19.12 silvi oktaviani 0 Comments
Hukum
Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata Indonesia
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan asas konkordansi.
Untuk
Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai
1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di
Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu
:
Buku I
tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
Buku II
tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara
lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan
kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak;
dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk
bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula
bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku III
tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari
perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul
dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV
tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih
diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Sejarah Hukum Perdata
Asal
mula hukum perdata.Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum
dikodifikasikan pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis,
sebelum di akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya,
sehingga terbagi atas 2 bagian walayah
hukum Prancis, yaitu :
Wilayah
Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal yang berlaku hukum
kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.
Wilayah
selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan hukum yang diakui
disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara sistematis dalam suatu kitab
Undang-Undang Thn 1800 yang disebut carpus juris civiles oleh kaisar
Justinianus pada tanggal 12 –8-1800 dan oleh pemerintah Napoleon dibentuklah
panitia pengkodifikasian Undang-Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah
diundang-undangkan dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan
kodifikasi Hukum Dagang dan Hukum Perdata. Pada tahun 1813 pendudukan Perancis
di Belanda berakhir dan belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan
kodifikasi yang diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon
dan hukum Belanda kuno. Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama:
BW= Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang Hukum
Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang). Pada awal kemerdekaan negeri Belanda
1814 Sistem Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas
Propinsi – propinsi yang berdaulat dan mempunyai peraturan sendiri , sehingga belum ada
peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum tidak terpenuhi.
Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM Kempur (Guru
Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat Hukuman Belanda Kuno, meliputi:
Hukam Romawi, Hukam German, Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang
dikenal dengan Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang
Wetboek dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838. Pada tahun 1838
kodifikasi ini disahkan oleh Raja dengan nama BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK =
Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang
–Undang Hukum Dagang).
Kodifikasi
Hukum Perdata di Indonesia. Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan
Hindai Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri Belanda
yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (KUHD).Kitab
Undang– Undang Hukum Perdata Sipil disingkat KUH.PERDATA/KUHS. KUHPerdata /KUHS
BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848 sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku
menurut Pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan
yang ada masih berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak
berlaku penuh sesuai dengan bab-bab dan pasal-pasal pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah
banyak bab–bab dan pasal dan bidang-
bidang hukum tertentu tidak berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang
– Undangan RI. Hal ini terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat
ini tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat. Berdasarkan surat edaran
Mahkama Agung RI edaran /sema no.3 tahun 1963 terperinci menyatakan tidak
berlaku pasal –pasal tertentu dari KUHPerdata. Berlakunya KUHPerdata di
Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas keselarasan, yakni azas persamaan berlakunya hukum yang dasar
hukumnya diatur dalam pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi ,
“Untuk golongan bangsa Belanda itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di
negeri Belanda
Pengertian Dan Keadaan Hukum
Perdata di Indonesia
Yang
dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan didalam masyarakat. Perkataan hokum perdata dalam artian yang luas
meliputi semua hokum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan
dari hukum pidana.
Untuk
hokum privat meteriil ini ada juga yang menggunakan dengan perkatan hokum
sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari
militer, maka yang lebih umum lagi digunakan nama hokum perdata saja, untuk
segenap peraturan hokum privat materiil (hokum perdata materiil)
Dan
pengertian dari kumum privat (hokum perdata materiil) ialah hokum yang memuat
segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseoranan didalam masyarakat
dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa
didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara
timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat
tertentu.
Disamping
hokum privat materiil, juga dikenal hokum perata formil yang lebih dikenal
sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang
artinya hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caanya
melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan predata. Didalam pengertian sempit
kadang-kadang hokum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.
Keadaan hukum perdata dewasa ini
di Indonesia
Mengenai
keadaan hokum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk,
yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1) Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum
adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai
suku bangsa.
2) Faktor hostia yuridis yang dapat kita
lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan,
yaitu:
Golongan
eropa dan yang dipersamakan.
Golongan
bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
Golongan
timur asing (bangsa cina, india, arab)
Pedoman
politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis
dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131
(I.S.) yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai
berikut:
Hokum
perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan
Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di
Kodifikasi).
Untuk
golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
Belanda (sesuai azas Konkordansi).
Untuk
golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah
peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
Orang
IndonesiaAsli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah
suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri
pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik
secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.
Sebelumnya
hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu
akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan
pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa
peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli,
seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
Perjanjian
kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal
hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).
Dan
beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat
1933 no 49).
Disamping
itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti:
Ordonasi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan
dengan no 717).
Dan ada
pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
UU Hak
Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
Peraturan
Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
Ordonansi
Woeker (staatsblad 1938 no 523)
Ordonansi
tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
Buku I,
tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum
keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian
dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II,
tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud
dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak,
yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku
III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan
(atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai
makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan
(yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD
berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV,
tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan
kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan
hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan di bagi menjadi 4 bagian:
Hukum
Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai
pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk
melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.
Hukum
Keluarga (familierecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena
hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang
tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
Hukum
Harta Kekayaan (vermogenrecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan
harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
Hukum
Waris(erfrecht):
Memuat
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan
seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur
peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup
Sumber :
Tugas Softskill 2 Aspek Hukum Dalam Ekonomi
19.00 silvi oktaviani 0 Comments
Subyek
dan Objek Hukum
Subjek Hukum Manusia
Subjek
hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut
hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum. Setiap manusia,
baik warga negara maupun prang asing adalah subjek hukum. Jadi dapat dikatakan,
bahwa setiap manusia adalah subjek hukum sejak is dilahirkan sampai meninggal
dunia.
Sebagai
subjek hukum, manusia mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun menurut hukum
sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak haknya, akan tetapi
dalam hukum, tidak sem ua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam
melaksanakan hak-haknya itu. Mereka digolongkan sebagai orang yang “tidak
cakap” atau “kurangcakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh
orang lain.
Badan
Hukum sebagai subjek hukum
Subjek
hukum terdiri atas manusia pribadi (natuurlijk persoon) dan badan hukum
(rechtspersoon). Jadi disamping manusia, ada pula subjek hukum lain, yaitu
badan hukum yang merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Sebelum
lebih lanjut membahas badan hukum sebagai subjek hukum, perlu diketahui lebih
dulu apa itu badan hukum. Pengertian badan hukum diberikan oleh dua ahli
dibawah ini, yaitu:
1) Prof. Subekti
Badan
hukum adalah orang yang diciptakan oleh hukum (rechtspersoon).
2) R. Soeroso
Badan
hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang mengadakan kerjasama dan atas
dasar ini merupakan suatu kesatuan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan oleh hukum.
Dari dua
pengertian badan hukum yang dikemukakan oleh kedua ahli diatas maka dapat
disimpulkan bahwa badan hukum adalah badan yang dibentuk berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku oleh sejumlah orang yang bekerjasama untuk tujuan tertentu
dan dengan demikian badan itu memiliki hak dan kewajiban.
Badan
hukum disebut sebagai subjek hukum karena memiliki hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tertentu. Hak dan kewajiban itu timbul dari hubungan hukum
yang dilakukan oleh badan hukum tersebut. Badan hukum juga memiliki kekayaan
tersendiri yang terpisah dari kekayaan anggotanya, turut serta dalam lalu
lintas hukum, serta dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan.
Badan
hukum sebagai subjek hukum layaknya manusia, dapat melakukan perbuatan hukum
seperti mengdakan perjanjian, manggabungkan diri dengan perusahaan lain
(merger), melakukan jual beli, dan lain sebagainya. Dengan demikian badan hukum
diakui keberadaannya sebagai pendukung hak dan kewajiban (subjek hukum) karena
turut serta dalam lalu lintas hukum.
Badan hukum
tidak lain adalah badan yang diciptakan oleh manusia dan tidak berjiwa. Oleh
sebab itu dalam melaksanakan perbuatan hukumnya, badan hukum diwakili oleh
pengurus atau anggotanya.
Untuk
dapat ikut serta dalam lalu lintas hukum dan diakui sebagai subjek hukum, ada
sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh badan hukum. Syarat-syarat tersebut
adalah:
1) Dibentuk dan didirikan secara
resmi sesuai dengan ketentuan hukum yang mengatur perihal pembentukan/pendirian
badan hukum. Syarat pembentukan badan hukum ini sesuai dengan bentuk/jenis
badan hukum yang akan didirikan. Syarat pembentukan badan hukum ini berbeda
antara satu bentuk/jenis badan hukum dengan bentuk/jenis badan hukum yang lain.
Contoh: syarat/cara pembentukan badan hukum partai politik berbeda dengan
syarat/cara pembentukan badan hukum perseroan terbatas (PT). Syarat/cara
pembentukan kedua jenis badan hukum itu diatur dalam undang-undang yang berbeda
dan dengan prosedur yang berbeda pula.
2) Memiliki harta kekayaan yang
terpisah dari harta kekayaan anggotanya.
3) Hak dan kewajiban hukum yang
terpisah dari hak dan kewajiban anggotanya.
Dalam
hukum dikenal adanya dua macam badan hukum, yaitu:
1) Badan hukum publik: yaitu badan
hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik dan bergerak di bidang
publik/yang menyangkut kepentingan umum. Badan hukum ini merupakan badan negara
yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang
dijalankan oleh pemerintah atau badan yang ditugasi untuk itu. Contoh:
Negara
Indonesia, dasarnya adalah Pancasila dan UUD 1945
Daerah
Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota, dasarnya adalah Pasal 18, 18 A, dan 18 B
UUD 1945 dan kemudian dielaborasi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda ini telah dirubah sebanyak dua kali)[1]
Badan
Usaha Milik Negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
Pertamina,
didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971
2) Badan Hukum Privat; yaitu badan
hukum yang didirkan berdasarkan hukum perdata dan beregrak di bidang
privat/yang menyangkut kepentingan orang perorang. Badan hukum ini merupakan
badan swasta yang didirikan oleh sejumlah orang untuk tujuan tertentu, seperti mencari
laba, sosial/kemasyarakatan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan lain
sebagainya. Contoh:
Perseroan
terbatas (PT), pendiriannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
Koperasi,
pendiriannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi
Partai
Politik, pendiriannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perpol jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008.
Pengertian Objek Hukum
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi
objek dalam suatu hubungan hukum. Objek ini dapat berupa benda atau barang
ataupun berupa hak yang dapat dimiliki dan bersifat ekonomis.
Jenis Objek Hukum
Benda yang bersifat kebendaan
Benda bergerak
Adalah
suatu benda yang sifatnya dapat diraba, dilihat dan dapat dirasakan melalui
panca indra. Benda yang dimaksud dengan benda yang bersifat kebendaan yaitu
yang terdiri dari benda berubah/berwujud. Dimana yang dimaksud dengan benda
yang berwujud yaitu :
Benda
bergerak karena sifatnya, menurut oasal
509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja,
kursi dan dapat berpindah sendiri misalnya hewan ternak.
Benda
bergerak karena ketentuan / Undang0undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah
hak-hak atas benda bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak,
hak pakai atas benda bergerak dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda yang tidak bergerak
Benda
yang tidak bergerak ini dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut
:
Benda
tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat
diatasnya misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area dan patung.
Benda
tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam
pabrik. Mesin senebar benda bergerak tetapi yang oleh pemakainnya dihubungkan
atau dikaikan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Benda
tidak bergerak karena ketentuan Undan-undang, ini berwujud hak-hak aas
benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang
tidak bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Hak Jaminan
Pengertian Hak Jaminan
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang / Hak jaminan adalah hak yang
melekat pada pihak pemberi hutang yang memberikan kewenangan untuk melakukan
eksekusi benda yang dijamin jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu
prestasi (perjanjian).
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam
pelunasan hutang adalah terdiri pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan
jaminan yang bersifat khusus
Jaminan Umum
Dalam
pasal 1331 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada
maupun yang aka nada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan
terhadap pelunasan hutangnya, Dalam pasal 1332KUH Perdata menyebutkan harta
kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kresitur yang
memberikan kredit.
Pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya
piutang masing-masing kecuali diantara berpiutang itu aa alasan sah untuk didahulukan.
Dalam
hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jamunan umum apabila telah
memenuhi persyaratan antara lain :
Benda
tersebut ekonomis dapat dinilai dengan uang
Benda
tersebut dapat dipindah tanganan haknya kepada orang lain
Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotek, hak tanggungan dan fisuda.
Gadai
Dalam
pasal 1150 KUH Perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh
kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atai
orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
Sifat-sifat Gadai antara lain :
Gadai
adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Gadai
merupakan tambahan dari perjanjian pokok yang dimaksudkan untuk menjaga jangan
sampai debitur lalai membayar hutang.
Adanya
sifat kebendaan.
Hipotik
Hipotek
berdasarkan pasal 1162 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak
bergerak untuk mengambil penggantian dan padanya bagi pelunasan suatu
perhitungan.
Sifat-sifat Hipotik :
Objeknya
benda-benda tetap.
Lebih
didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain.
Hak
hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapapun benda
tersebut berada.
Hak Tanggungan
Hak
tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut benda-benda
lain yang merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang dan
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur yang lain.
Fidusia
Fidusia
atau FEO merupakan sauatu proses pengalihan hak kepemilikan,sedangkan jaminan
fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.
Sumber :
Tugas Softskill 1 Aspek Hukum dalam Ekonomi
18.39 silvi oktaviani 0 Comments
HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
NAMA : SILVIA OKTAVIANI
NPM : 2A213215
KELAS : 2EB22
DOSEN : TRI DAMAYANTI
Ada beberapa pengertian tentang hukum menurut beberapa ahli, seperti :
1. Van Kan
Menurut Van Kan Definisi Hukum ialah keseluruhan peratersifat memaksa untuk melindungikepentingan manusia dalam masyarakat dan tujuan hukum adalah untuke ketertiban dan perdamaian
2. Utrecht
Menurut Utrecht definisi hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupunlarangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggotamasyarakat yang bersangkutan.
3. Wiryono Kusumo
Menurut Wiyono Kusumo definisi hukum adalah keseluruhan peraturan baik yang terulismaupun tidak tertulis yang mengatur tata tertib didalam masyarakat yang pelanggarnyaumumnya dikenakan sanksi.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum meliputi beberapa unsur-unsur, yakni :
· Peraturan mengenai tingkah laku manusia dala pergaulan masyarakat.
· Peraturan itu bersikap mengikat dan memaksa,
· Peraturan itu diadakan oleh badan- badan resmi, dan
· Pelanggaran atas peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas.
Hukum ialah semua aturan yang mengandung pertimbangan ke susilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat. Dan yang menjadi pedoman bagi Penguasa-penguasa Negeri dalam melakukan tugas-nya”.
2. Tujuan Hukum
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak aneka ragamnya hubungna itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu.
Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan.
3. Sumber-Sumber Hukum
Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah: segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekutan yang bersifat memaksa,yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum itu dapat kita tinjau dari segi material dan segi formal:
1. Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiologi, filsafat dan sebagainya. Contoh: Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2. Sumber-sumber hukum formal antara lain ialah:
a. Undang-undang
Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.
b. Kebiasaan
Kebiasaan ialah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama.
c. Keputusan-keputusan Hakim
Keputusan Hakim ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa yang menjadi dasar bagi pengadilan (Standart-arresten) untuk mengambil keputusan.
d. Traktat
Traktat yaitu perjanjian mengikat antara kedua belah pihak yang terkait tentang suatu hal.
e. Pendapat Sarjana Hukum
Doktrin yaitu pendapat sarjana hukum yang ternama juga mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.
4. Kodefikasi Hukum
Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara:
1. Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law), yakni Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum Tak Tertulis (unstatutery law = unwritten law), yaitu Hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-pereaturan (disebut juga hukum kebiasaan). Mengenai Hukum Tertulis, ada yang dikodefikasikan, dan yang belum dikodefikasikan.
Kodefikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Unsur-unsur kodeifikasi ialah:
a. Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya Hukum Perdata);
b. sistematis;
c. lengkap.
Adapun tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis ialah untuk memperoleh:
a. kepastian hukum;
b. penyederhanaan hukum;
c. kesatuan hukum.
5. Kaidah / Norma Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan. Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi seorang wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara tetapi sebenarnya didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta kekayaan si pihak wanita dan lain – lain. Dari contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah hukum karena dia menikahi dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya batin pria tersebut adalah buruk.
Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Pada makna ini aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap sebagai hukum.
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
1. Hukum yang imperatif, maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2. Hukum yang fakultatif maksudnya ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma yaitu :
1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
2. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan.
4. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut
6. Norma Hukum dalam Ekonomi
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat untuk mengukur apakah tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima atau tindakan yang menyimpang.Norma dibangun atas nilai sosial dan norma sosial diciptakan untuk mempertahankan nilai sosial.
7. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan νόμος (nomos), atau “peraturan, aturan, hukum,” dan secara garis besar diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga.”
Jadi, Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas.
Menurut M. Manulang Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalamusahanya mencapai kemakmuran (kenakmuran keadaan dimanamanusia dapat memenuhikebutuhannya baik barang- barang maupun jasa.
Hukum Ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Selain itu Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian.
Hukum Ekonomi lahir karena semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan Ekonomi.Sunaryati Hahrtono mengataka bahwa Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut memiliki dua aspek, sebagai berikut.
1. Aspek pengaturan usaha- usaha pembanguna ekonomi, dala arti peningkatan ekhidupanekonomi secara keseluruhan.
2. Aspek pengaturan usaha- usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara meratadiantara seluruh lapisan masyarakat.Hukum Ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
· Hukum Ekonomi pembangunan, hukum yang meliputi pengaturan dan pemikkiranhukum mengenai cara- cara peningkatandan pengwnmbangan kehidupan Indonesia.
· Hukum ekonomi sosial, huku yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai pembagian hasil pembangunan secara adil dan merata.
Sementara itu hukum ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
1. Asas keimanan dan ketaqwaan kepada tuha YME,
2. Asas manfaat,
3. Asas demokrasi pancasila,
4. Asas adil dan merata,
5. Asas keseimbangan , keserasian, keselarasan, dalam perikehidupan,
6 .Asas hukum,
7. Asas kemadirian,
8. Asas keuangan,
9. Asas ilmu pengetahuan,
10.Asas kebersamaan, kekeluargaan, keseimbangan, dan keseimbangan dalam kemakmuranrakyat,
11.Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
12.Asas kemandirian yang berwawasan kewarganegaraan
Lain dari pada itu keadaan sebenarnya bahwa masyarakt dunia semakin terbuka, dengan adanyaera globalisasi maka dasar -dasar hukum ekonomi tidak hanya bertumpu pada hukum nasionalsuatu negara, melainkan mengikuti hukum Internasional.
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum.
Referensi :
SUMBER 1
SUMBER 2
Langganan:
Postingan (Atom)
0 komentar: