Tugas Softskill 3 Aspek Hukum Dalam Ekonomi

19.12 silvi oktaviani 0 Comments

Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia


Hukum perdata Indonesia

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.

Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.

Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :

Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

Sejarah Hukum Perdata

Asal mula hukum perdata.Hukum Perdata berasal dari Hukum Perdata Prancis, sebelum dikodifikasikan pada tanggal 21 maret 1804 dengan nama code civil des francis, sebelum di akuinya hukum perdata Prancis tersebut tidak ada kesatuan hukumnya, sehingga terbagi atas 2  bagian walayah hukum Prancis, yaitu :

Wilayah Utara dan Tengah, wilayah ini merupakan daerah hukum lokal yang berlaku hukum kebebasan Prancis kuno yang berasal dari germania.

Wilayah selatan, wilayah ini merupakan daerah hukum Romawi, dan hukum yang diakui disana yaitu Hukum Syenes yang dikumpulkan secara sistematis dalam suatu kitab Undang-Undang Thn 1800 yang disebut carpus juris civiles oleh kaisar Justinianus pada tanggal 12 –8-1800 dan oleh pemerintah Napoleon dibentuklah panitia pengkodifikasian Undang-Undang ini. Pada tanggal 21 maret 1804 barulah diundang-undangkan dengan nama Code Civil Des Francis. Tahun 1807 diadakan kodifikasi Hukum Dagang dan Hukum Perdata. Pada tahun 1813 pendudukan Perancis di Belanda berakhir dan belanda merdeka. Tahun 1814 Belanda mengadakan kodifikasi yang diketuai oleh. Mr.J.M Kempur yang bersumber dari Code Napoleon dan hukum Belanda kuno. Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan dengan nama: BW= Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophaudel (Kitab Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang Hukum Dagang). Pada awal kemerdekaan negeri Belanda 1814 Sistem Pemerintahannya menganut Sistem Disentralisasi yang terdiri atas Propinsi – propinsi yang berdaulat dan mempunyai  peraturan sendiri , sehingga belum ada peraturan yang berlaku secara umum sehingga kepastian hukum tidak terpenuhi. Pada tahun itu pula dibentuk panitia yang di ketuai oleh Mr JM Kempur (Guru Besar Bidang Hukum) membuat sendiri yang memuat Hukuman Belanda Kuno, meliputi: Hukam Romawi, Hukam German, Hukum Kanonik Gereja, dan disetujui oleh Raja yang dikenal dengan Rancangan 1816. Berdasarkan SK Raja semua Undang – Undang Wetboek dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1838. Pada tahun 1838 kodifikasi ini disahkan oleh Raja dengan nama BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang –Undang Hukum Dagang).

Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesia. Pada waktu Belanda menguasai Indonesia pemerintahan Hindai Belanda memperlakukan Hukum Perdata sama yang berlaku di Negeri Belanda yaitu: BW = Burgerlyk Wetboek dan WVK = Wetboek Van Koophandel (KUHD).Kitab Undang– Undang Hukum Perdata Sipil disingkat KUH.PERDATA/KUHS. KUHPerdata /KUHS BERLAKU di Indonesia pada 1Mei 1848 sampai saat ini KUHPerdata ini masih belaku menurut Pasal 11 Aturan Peralihan UUD 1945, segala badan negara dan peraturan yang ada masih  berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD 1945. Namun saat ini KUHPerdata (BW) sudah tidak berlaku penuh sesuai dengan bab-bab dan pasal-pasal  pasa saat permulaan KUHPerdata berlaku. Sudah banyak bab–bab dan pasal dan bidang-  bidang hukum tertentu tidak berlaku karena telah dicabut oleh Per Undang – Undangan RI. Hal ini terjadi karena beberapa pasal KUHPerdata tersebut saat ini tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat. Berdasarkan surat edaran Mahkama Agung RI edaran /sema no.3 tahun 1963 terperinci menyatakan tidak berlaku pasal –pasal tertentu dari KUHPerdata. Berlakunya KUHPerdata di Indonesia ini berdasarkan azas konkordansi / azas keselarasan, yakni azas  persamaan berlakunya hukum yang dasar hukumnya diatur dalam pasal 131 (2) IS (Indesehe Staats Regeling) berbunyi , “Untuk golongan bangsa Belanda itu harus dianut (dicontoh) Undang – Undang di negeri Belanda

Pengertian Dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hokum perdata dalam artian yang luas meliputi semua hokum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Untuk hokum privat meteriil ini ada juga yang menggunakan dengan perkatan hokum sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer, maka yang lebih umum lagi digunakan nama hokum perdata saja, untuk segenap peraturan hokum privat materiil (hokum perdata materiil)

Dan pengertian dari kumum privat (hokum perdata materiil) ialah hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antara perseoranan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbale balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.

Disamping hokum privat materiil, juga dikenal hokum perata formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hokum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caanya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan predata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hokum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.

Keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia

Mengenai keadaan hokum perdata di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu beraneka ragam. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor:
1)      Faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hokum adat bangsa Indonesia karena Negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2)      Faktor hostia yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk menjadi 3 golongan, yaitu:

Golongan eropa dan yang dipersamakan.
Golongan bumu putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)


Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap hokum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S.) (Indische Staatregeling) yang sebelumnnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 75RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
Hokum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana haru diletakan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
Untuk golongan bangsa Eropa haru dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi).

Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab, dll) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.

Orang IndonesiaAsli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hokum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatuperbuatan tertentu saja.

Sebelumnya hokum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hokum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan UU Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal:
Perjanjian kerja perburuhan: (staatsblat 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306).

Dan beberapa pasal dari WVK (KHUD) yaitu sebagai besar dari Hukum Laut (straatsblat 1933 no 49).
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusu dibuat untuk bangsa Indonesia seperti:
Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (staatsblad 1933 no 74).
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717).

Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga Negara yaitu :
UU Hak Pengarangan (Auteurswet tahun 1912)
Peraturan Umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no 108)
Ordonansi Woeker (staatsblad 1938 no 523)
Ordonansi tentang pengangkutan di uara (staatsblad 1938 no 98).

Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:

Buku I, tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Buku II, tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

Buku III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Sistematika Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan di bagi menjadi 4 bagian:
Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.

Hukum Keluarga (familierecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.

Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.

Hukum Waris(erfrecht):
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup

Sumber :

0 komentar:

Follow Us